Senin, 07 Oktober 2013

Semangkuk Bakmi

Pemilik kios bakmi melihat seorang anak berdiri cukup lama di depan kiosnya, lalu bertanya, "Nak, apakah engkau ingin memesan bakmi?"

"Ya, tapi aku tidak punya uang," jawab anak itu dengan malu-malu.

"Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu," jawab si pemilik kios.

Anak itu segera makan. Kemudian air matanya mulai berlinang. 

"Ada apa, nak?" tanya si pemilik kios.
  
"Tidak apa-apa, aku hanya terharu karena seorang yang baru kukenal memberi aku semangkuk bakmi sedangkan ibuku sendiri telah mengusirku dari rumah. Kau seorang yang baru kukenal tapi begitu peduli padaku."

Pemilik kios bakmi itu berkata, "Nak, mengapa kau berpikir begitu? Renungkan hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi, nasi dan lainnya sampai kamu dewasa... seharusnya kamu berterima kasih kepadanya."

Anak itu kaget mendengar hal tersebut. "Mengapa aku tidak terpikir tentang hal itu? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal aku begitu berterima kasih...tapi terhadap ibuku yang memasak untukku selama bertahun-tahun, aku tak pernah berterima kasih."

Anak itu segera menghabiskan bakminya lalu ia bergegas pulang. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya berwajah cemas. 

Ketika melihat anaknya, kalimat pertama yang keluar dari mulut si ibu adalah: "Nak, kau sudah pulang, cepat masuk, aku telah menyiapkan makan malam."

Mendengar hal itu, si anak tidak dapat menahan tangisnya dan ia menangis di hadapan ibunya.

Kadang hanya karena satu kesalahan, membuat kita begitu mudah melupakan semua kebaikan yang telah kita nikmati tiap hari.

Kita mudah berterima kasih kepada orang lain untuk suatu pertolongan kecil yang kita terima, namun kepada orang yang sangat dekat dengan kita, seringkali kita justru lupa untuk berterima kasih.


0 comments:

Posting Komentar