Ini sebuah kisah nyata yang menarik dan menyentuh. Ada
seorang pria paruh baya, umur 50 tahunan. Ia dipanggil Acong. Miskin, tetapi
jujur dan tekun. Kejujuran dan ketekunannya itu mendapat perhatian seorang
pemilik toko material di daerah Glodok, Pinangsia. Acong lalu diangkat menjadi
CEO atau penanggung jawab toko tersebut. Usaha material itu pun meraup sukses
luar biasa.
Demikian sibuknya Acong di toko itu melayani pembeli,
sampai-sampai dia tak sempat makan dengan teratur. Bahkan tidak jarang dia
makan sambil tetap melayani. Tetapi, di tengah kesibukannya, setiap jam 12
siang dia menyempatkan diri untuk berlari ke sebuah gereja di dekat situ. Hal
itu dia lakukan setiap hari, selama lebih dari tiga setengah tahun.
Sampai suatu hari kecurigaan seorang pastor memuncak... Dia
telah lama memperhatikan dan mengamati fenomena aneh yang terjadi di gerejanya
itu. Acong datang di pintu gereja, hanya berdiri saja, membuat tanda salib,
lalu segera pergi lagi.
Ritual itu dengan setia dilakukan Acong, setiap hari dan
itu-itu saja. Apa maksudnya?? pikir si pastor dengan penasaran... Akhirnya
pastor itu mencari kesempatan untuk menegur si Acong dan bertanya tanpa
basa-basi lagi, "Maaf, Cek (panggilan bagi pria Tionghoa), kenapa Encek
tiap hari datang jam 12 begini, cuman berdiri aja di pintu, bikin tanda salib,
lalu cepet-cepet pergi?"
Kaget, si Acong dan menjawab sambil tersipu, "Hah?!...
Lomo, owe ini olang sibuk, owe punya waktu selikit, tapi owe seneng dateng
kemali."
Jelas si pastor belum puas dan terus mendesak,
"Emangnya apa yang Encek lakukan di pintu gereja itu?"
Jawab Acong dengan polos, "Ngga ada apa-apa. Benel, owe
cuman bilang ini doang... Tuhan Yesus, ini owe, Acong. Udaaah..."
Si pastor pun terbengong, hanya terlontar kata,
"Oooh... !" Dan Acong pun bergegas kembali ke tokonya.
Suatu hari Acong sakit parah karena super sibuk dan makan
tidak teratur. Komplikasi penyakitnya cukup berat sehingga ia dilarikan ke
rumah sakit. Acong bukan orang kaya, dia hanya menempati kamar kelas 3, satu
kamar dihuni 6 orang pasien. Sejak Acong masuk, kamar itu menjadi ceria, penuh
canda tawa. Tak terasa 3 bulan sudah Acong dirawat. Ia pun sembuh dan
diperbolehkan pulang.
Ia gembira, tentunya, tetapi teman-teman sekamarnya
bersedih. Selama dia dirawat, semua pasien yang sekamar dihiburnya. Acong setiap
pagi menghampiri teman-teman pasiennya, satu per satu, dan menanyakan keadaan
mereka masing-masing. Sayang, sekarang Acong harus pulang dan kamar itu akan
kembali sunyi.
Akhirnya salah seorang sesama pasien mencoba bertanya,
"Eh Cek Acong, mau nanya nih. Kenapa sih Encek begitu gembira, dan selalu
gembira, padahal penyakit Encek kan serius?"
Acong tercenung dan menjawab, "Tiap ali, jam lua welas,
ada olang laki lambut gondlong dateng, megang kaki owe, lalu dia bilang...
Acong, ini aku, Yesus Kristus. Gimana owe nggak seneng, coba..."
0 comments:
Posting Komentar